Pengertian Etika Menurut Para Ahli
Menurut
para ahli, etika adalah aturan perilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan
antara sesamanya serta menegaskan yang baik dan yang buruk. Berikut akan
dipaparkan mengenai pengertian etika berdasarkan pendapat para ahli.
a. Drs. O.P. Simorangkir, etika atau etik
dapat diartikan sebagai pandangan manusia dalam berperilaku menurut ukuran dan
nilai baik.
b. Drs. Sidi Gajabla dalam sistematika
filsafat mengartikan etika sebagai teori tentang tingkah laku, perbuatan
manusia dipandang dari segi baik dan buruk sejauh yang dapat ditentukan oleh
akal.
c. Drs. H. Burhanudin Salam berpendapat
bahwa etika merupakan cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma
yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.
d. Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 1995 ), etika
adalah nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.
e. Maryani dan Ludigdo, etika merupakan
seperangkat aturan, norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik
yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok
atau segolongan masyarakat atau profesi.
f. Ahmad Amin mengungkapkan bahwa
etika memiki arti ilmu pengetahuan yang menjelaskan arti baik atau buruk,
menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang
harus dicapai oleh manusia dalam perbuatan dan menunjukkan jalan untuk
melakukan apa yang seharusnya diperbuat oleh manusia.
g. Soegarda Poerbakawatja mengartikan etika
sebagai filsafat nilai, pengetahuan tentang nilai – nilai, ilmu yang
mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia terutama
mengenai gerak – gerik pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangandan perasaan
sampai mengenai tujuan dari bentuk perbuatan.
h. Martin
( 1993), etika didefinisikan sebagai The discipline which can act as
the performance index or reference for our control system.
1. Pengertian
Etika
Istilah Etika berasal
dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata 'etika' yaituethos sedangkan
bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai
banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang,
kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan
arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak
inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang
oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara
etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu
tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat
kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Biasanya bila kita
mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata maka kita akan mencari arti
kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata tidak semua kamus mencantumkan arti
dari sebuah kata secara lengkap. Hal tersebut dapat kita lihat dari perbandingan
yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata 'etika' yang
terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa Indonesia
yang baru. Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953 -
mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai
: "ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)". Sedangkan
kata ‘etika’ dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 -
mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :
a. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang
buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
b. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan
dengan akhlak;
c. nilai mengenai benar dan salah yang
dianut suatu golongan atau masyarakat.
Dari perbadingan kedua
kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama
hanya terdapat satu arti saja yaitu etika sebagai ilmu. Sedangkan Kamus Bahasa
Indonesia yang baru memuat beberapa arti. Kalau kita misalnya sedang membaca
sebuah kalimat di berita surat kabar "Dalam dunia bisnis etika
merosot terus" maka kata ‘etika’ di sini bila dikaitkan dengan arti yang terdapat dalam Kamus
Bahasa Indonesia yang lama tersebut tidak cocok karena maksud dari kata ‘etika’ dalam kalimat tersebut bukan etika sebagai ilmu
melainkan ‘nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu
golongan atau masyarakat’. Jadi arti kata ‘etika’ dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tidak lengkap.
K. Bertens berpendapat
bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya
lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata
ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti berikut :
a. nilai dan norma moral yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah
lakunya.
b. kumpulan asas atau nilai moral.
c. ilmu tentang yang baik atau buruk.
Pada abad ke 7 masehi St. John of Damascus juga
menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis (practical philosophy).
Etika dimulai bila manusia merefleksikan
unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi
itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang
berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk
mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
Secara metodologis, tidak setiap hal menilai
perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis,
metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika
merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku
manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga
tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika
melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.
Filsafat menurut Para
Ahli:
1) Plato (427SM - 347SM) seorang
filsuf Yunani yang termasyhur murid Socrates dan guru Aristoteles, mengatakan:
Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang
berminat mencapai kebenaran yang asli).
2) Aristoteles (384 SM - 322SM) mengatakan
: Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang di dalamnya
terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan
estetika (filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda).
3) Marcus Tullius Cicero (106 SM - 43SM)
politikus dan ahli pidato Romawi, merumuskan: Filsafat adalah pengetahuan
tentang sesuatu yang maha agung dan usaha-usaha untuk mencapainya.
4) Al-Farabi (meninggal 950M), filsuf
Muslim terbesar sebelum Ibnu Sina, mengatakan : Filsafat adalah ilmu
pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang
sebenarnya.
5) Immanuel Kant (1724 -1804), yang sering
disebut raksasa pikir Barat, mengatakan : Filsafat itu ilmu pokok dan pangkal
segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan, yaitu:
- Apakah yang dapat kita
ketahui? (dijawab oleh metafisika)
- Apakah yang dapat kita
kerjakan? (dijawab oleh etika)
- Sampai di manakah
pengharapan kita? (dijawab oleh agama
- Apa itu manusia (
dijawab olh Antropologi )
6) Prof. Dr. Fuad Hasan, guru besar
psikologi UI, menyimpulkan: Filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berpikir
radikal, artinya mulai dari radiksnya suatu gejala, dari akarnya suatu hal yang
hendak dimasalahkan. Dan dengan jalan penjajakan yang radikal itu filsafat
berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal.
7) Drs H. Hasbullah Bakry merumuskan:
ilmu filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam
mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan
pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai oleh akal
manusia, dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai
pengetahuan itu.
8) Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ) :
filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu , yakni ilmu umum,
yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis
kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari
kebenaran dari seluruh kenyataan.
9) Paul Nartorp (1854 – 1924 ) :
filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak menentukan kesatuan
pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang memikul
sekaliannya .
10) Notonegoro : Filsafat menelaah hal-hal yang
dijadikan objeknya dari sudut intinya yang mutlak, yang tetap tidak berubah ,
yang disebut hakekat.
11) Driyakarya : filsafat sebagai
perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebabnya ada dan berbuat,
perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai “mengapa yang penghabisan “.
12) Sidi Gazalba : Berfilsafat ialah mencari
kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran , tentang segala sesuatu yang di
masalahkan, dengan berfikir radikal, sistematik dan universal.
13) Harold H. Titus (1979 ) : (1) Filsafat adalah
sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya
diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik atau
pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi; (2) Filsafat
adalah suatu usaha untuk memperoleh suatu pandangan keseluruhan; (3) Filsafat
adalah analisis logis dari bahasa dan penjelasan tentang arti kata dan
pengertian ( konsep ); Filsafat adalah kumpulan masalah yang mendapat perhatian
manusia dan yang dicirikan jawabannya oleh para ahli filsafat.
14) Rene Descrates yaitu merupakan kumpulan
segala pengetahuan, dimana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok
penyelidikannya.
15) Stephen R. Toulmin, menyatakan filsafat adalah
Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama menjelaskan
unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur
pengamatan, pola-pola perbinacangan, metode-metode penggantian dan perhitungan,
pra-anggapan-pra-anggapan metafisis, dan seterusnya dan selanjutnya menilai
landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika formal,
metodologi praktis, dan metafisika.
16) Prof. Mr.Mumahamd Yamin : Filsafat ialah
pemusatan pikiran , sehingga manusia menemui kepribadiannya seraya didalam
kepribadiannya itu dialamiya kesungguhan.
17) Prof.Dr.Ismaun, M.Pd. : Filsafat ialah usaha
pemikiran dan renungan manusia dengan akal dan qalbunya secara sungguh-sungguh
, yakni secara kritis sistematis, fundamentalis, universal, integral dan
radikal untuk mencapai dan menemukan kebenaran yang hakiki (pengetahuan, dan
kearifan atau kebenaran yang sejati.
18) Bertrand Russel : Filsafat adalah sesuatu
yang berada di tengah-tengah antara teologi dan sains. Sebagaimana teologi ,
filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah yang
pengetahuan definitif tentangnya, sampai sebegitu jauh, tidak bisa dipastikan;namun,
seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian akal manusia daripada otoritas
tradisi maupun otoritas wahyu.
2. Praktek Etika
Mahasiswa
a. Sebagai
Mahasiswa
· Menaati
peraturan yang ditetapkan oleh Fakultas dan Para Dosen yang mendidik kita.
· Menganggap
teman sesama mahasiswa sebagai teman sejawat yang harus saling membantu dan
menganggapnya sebagai pesaing secara sehat dalam berkompetisi meraih prestasi
akademis.
· Menjunjung
tinggi kejujuran ilmiah dengan menaati kaidah keilmuan yang berlaku seperti
menghindari tindakan menyontek, plagiat, memalsu tandatangan kehadiran dan
tindakan tercela lainnya.
· Berperilaku
sopan dan santun dalam bergaul di lingkungan kampus dan di masyarakat umum
sebagai manifestasi dari kedewasaan dalam berfikir dan bertindak.
· Berpenampilan
elegan sesuai dengan mode yang berlaku saat ini tanpa harus melanggar tata
tertib berpakaian di kampus.
· Berfikir
kritis, rasional dan ilmiah dalam menerima ilmu pengetahuan baru, bisa
mempertimbangkan mana yang benar dan mana yang salah dengan menguji setiap
masukan dengan cara mengkonfirmasikan ke sumbernya.
· Mempunyai
prinsip yang jelas dalam berpendirian di dasari dengan kerendahan hati tanpa
harus tampak sombong atau angkuh.
b. Sebagai
Anggota Keluarga
· Seorang
anak tak sepatutnya berjalan mendahului orang tua. Ia harus bersabar berjalan
dibelakangnya. Andai terpaksa mau mendahului, maka mintalah ijin kepadanya.
· Saat
anak berbicara dihadapan orang tua maka nada bicaranya tak boleh lebih tinggi,
gunakan bahasa yang lembut dan santun. Berbeda sekali dengan realita saat ini,
anak tak pernah merasa bersalah ketika membentak orang tuanya sendiri. Etika
anak kepada orang tua telah luntur atas pengaruh negatif globalisasi.
· Harus
saling, bersama-sama membantu pekerjaan orang tua, jikalau orang kita sedang
sakit dan tidak berdaya.
· Harus
saling menjaga dan melindungi anggota keluarga lainnya.
· Membangun
komunikasi yang baik terhadap anggota lainya, agar tidak terjadi selisih paham
3. Etika sebagai Akuntan Publik
Kode
etik akuntan merupakan norma dan perilaku yang mengatur hubungan antara auditor
dengan para klien, antara auditor dengan sejawatnya dan antara profesi dengan
masyarakat. Kode etik akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan
bagi seluruh anggota, baik yang berpraktek sebagai auditor, bekerja di
lingkungan usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia
pendidikan. Etika profesional bagi praktek auditor di Indonesia dikeluarkan
oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (Sihwajoni dan Gudono, 2000).
Prinsip perilaku profesional seorang akuntan, yang tidak secara khusus
dirumuskan oleh Ikatan Akuntan Indonesia tetapi dapat dianggap menjiwai kode
perilaku IAI, berkaitan dengan karakteristik tertentu yang harus dipenuhi oleh
seorang akuntan.
Prinsip etika yang
tercantum dalam kode etik akuntan Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Tanggung
Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan
yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam
masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab
kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu
bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan
profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung
jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota
diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
2. Kepentingan
Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan
kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas
profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung
jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat,
dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit,
pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan
pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam
memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini
menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan
publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani
anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah
laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi
masyarakat dan negara. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat
pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi
tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat
prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati
kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota
harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai
profesionalisme yang tinggi.
3. Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus
memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan
profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik
dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang
diambilnya. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain,
bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima
jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan
pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan
pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
4. Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya adalah
suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip
obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara
intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan
kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Anggota bekerja dalam berbagai
kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai
situasi. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan,
serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan
sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam
kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah.
Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi.
Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya
dan memelihara obyektivitas.
5. Kompetensi
dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati,
kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan
pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk
memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa
profesional dan teknik yang paling mutakhir. Hal ini mengandung arti bahwa
anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan
sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan
konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik. Kompetensi diperoleh
melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya tidak menggambarkan
dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka miliki. Kompetensi
menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan
pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan
kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi
anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan
klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab
untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan,
pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang
harus dipenuhinya.
6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama
melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi
tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional
atau hukum untuk mengungkapkannya. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa
standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa
terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta
mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan
jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan. Anggota mempunyai kewajiban untuk
menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang
diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan
berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa
berakhir.
7. Perilaku
Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang
baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk
menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota
sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga,
anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8. Standar
Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar
teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan
dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan
dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas
dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah
standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional
Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan
yang relevan.
sumber:
1. K.
Bertens. 2000. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 25.
2. Etika,
24-25
3. Etika,
27-29
4. Eka
Darmaputera. 1987. Etika Sederhana Untuk Semua: Perkenalan Pertama. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 94.
5. Paul L.
Lehmann. 1963. Ethics in a Christian Context. New York: Harper & Row
Publishers, 25.
6. J.A.B.
Jongeneel. 1980. Hukum Kemerdekaan Jilid 1. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 15-16.
7. J.
Verkuyl. 1982. Etika Kristen Bagian Umum, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 17.
8. Ethics
in a Christian Context, 254
9. Ethics
in a Christian Context, 254
10. Hukum
Kemerdekaan Jilid 1, 38.
nama : hitler warren
christoper
kelas : 4eb22
npm : 23210323